SOSIALISASI PEMBENTUKAN RANPERDA INISIATIF KOMISI II DPRD KAB. WAJO DI KEC. SABBANGPARU
Komisi II DPRD Kabupaten Wajo bersama Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan melaksanakan tahap awal pembentukan Ranperda Inisiatif Komisi II tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Kelembagaan Kelompok Tani di Kecamatan Sabbangparu. (Rabu,5/4/2017).
Tahap awal ini merupakan tahap perencanaan dimana dilakukan penyerapan aspirasi dan informasi dari pihak-pihak terkait dengan pertanian yaitu para petani, kelompok tani, gapoktan, tokoh masyarakat petani, pelaku usaha terkait pertanian, PPK, PPL, dan Kepala Desa.
Ketua Komisi II, Asri Jaya A. Latief memberikan pengantar terkait agenda acara bahwa dalam rangka mendukung program Pemerintah terkait swasembada pangan, maka perlu ada upaya dari daerah khususnya Kabupaten Wajo untuk meningkatkan produksi pertanian yang merupakan sektor unggulan Kabupaten Wajo, dimana 45% dari ± 480.000 jiwa penduduk Kabupaten Wajo bermata pencaharian sebagai petani.
Perda ini merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Peran serta pemerintah dalam Perlindungan petani berupa kesulitan sarana dan prasarana resiko usaha / gagal panen dan kepastian harga, sedangkan Pemberdayaan petani berupa, peningkatan SDM melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan kemampuan akses teknologi.
4 Tujuan dari Perda ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani serta melindungi para petani. Untuk itu perlu diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para petani untuk kemudian diatur dalam Perda.
Beberapa permasalahan dan masukan dari para pelaku tani yang kemudian dapat dituangkan dalam Perda, sebagai berikut, Perlu revitalisasi kelembagaan kelompok tani dengan membenahi administrasi kelompok dan mendaftarkan ke Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan serta Dinas Kesbangpol, Mengantisipasi keterlambatan pupuk dari pengecer, diusulkan agar Gapoktan yang mengelola pupuk bersubsidi dengan diberikan modal dari pemerintah melalui BUMDes atau semacamnya, Dan tentunya Gapoktan dimaksud telah melalui pelatihan untuk manajemen pengelolaan distribusi pupuk, Perlu regulasi dari pemerintah daerah yang mengatur tentang saluran irigasi secara detail, Sawah yang dibuat dari lahan tidur dinilai tidak efektif.
Diusulkan agar diadakan UPTD khusus dari Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan untuk mengelola instalasi kebun benih/ penangkar benih untuk memenuhi ketersediaan bibit unggul di Kabupaten Wajo, Perlu peran serta/ intervensi pemerintah daerah dalam menstabilkan harga produksi, Regulasi dari pemerintah pusat tentang petunjuk teknis terkait pertanian tidak sesuai dengan aturan hukum yang ada. Sehingga menjadi dilematik oleh PPL.
Agar tidak tejadi keterlambatan pendistribusian bibit, pihak Dinas terkait seharusnya sudah mengajukan permintaan 2 bulan sebelum waktu tanam.
Penyeragaman waktu tanam terkendala dengan keterbatasan handtraktor. Untuk mengantisipasinya agar dapat turun ke sawah secara serempak, perlu diadakan kelompok percontohan untuk menerapkan sistem brigade yang menyediakan sejumlah handtraktor beserta sopirnya.
Untuk meningkatkan jumlah supplai produksi ke Bulog, disarankan kepada pemerintah daerah untuk mendirikan pabrik pengolahan sebelum disetor ke Bulog, Gotong royong dalam bertani perlu untuk dihidupkan kembali, Diusulkan agar embung dibangun di lahan yang lebih tinggi ditunjang dengan sumur bor agar pengairan lebih maksimal, Pendampingan yang maksimal dari PPL. Upaya pemerintah mengatasi resiko harga dapat berupa, membeli langsung ataupun membuat akses pasar yang berpihak kepada petani. Perlu ada aturan terkait dana desa, dimana BUMDes dapat membantu Gapoktan terkait modal pupuk bersubsidi ataupun Kepala Desa dalam pembelian gabah untuk memastikan kestabilan harga gabah berdasarkan mekanisme dan persyaratan tertentu.