Pemanfaatan lahan milik BMT As’adiyah di Desa Pakkanna, Kecamatan Tanasitolo, sebagai lokasi penanaman 500.000 bibit murbei dinilai sejumlah kalangan sebagai kebijakan kurang populer yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab ) Wajo.
Wakil ketua DPRD Wajo, H. Andi Senurdin Husaini, ikut mempertanyakan kebijakan yang dilakukan Pemkab Wajo.
Legislator partai Demokrat ini berharap Pemkab Wajo untuk mengkaji ulang kebijakan kontrak lahan dalam program pengembangan sutera.
Dia meminta kepada dinas terkait untuk mematangkan perencanaan sebelum melaksanakan kegiatan.
“Saya harap Pemerintah melibatkan petani dan memanfaatkan lahan petani itu sendiri. Apalagi ini tanaman jangka panjang,” ujarnya.
Ketua Pelita Hukum Independen (PHI), Sudirman SH.MH, menilai kebijakan kontrak lahan untuk lokasi penanaman pohon murbei adalah kebijakan salah langkah.
Seharusnya, lanjut Sudirman, lahan tempat penanaman bibit murbei adalah milik kelompok tani penerima bantuan, karena tanaman murbei adalah tanaman jangka panjang dan tidak dipanen sekaligus, tapi bertahap.
“Kelompok tani penerima bantuan harusnya punya lahan sendiri untuk ditanami murbei, bukan harus mengontrak lahan orang lain. Apalagi anggaran yang dipakai adalah anggaran pemerintah,” ujarnya.
Advokat ini khawatir, jika tanaman murbei sudah tumbuh dengan baik, tapi tiba-tiba pemilik lahan akan menggunakan tanahnya untuk kegiatan lain.
“Saya khawatir jangan sampai tanaman sudah tumbuh dengan baik, tapi tiba-tiba pemilik lahan tidak mau lagi melanjutkan kontraknya dengan petani. Apalagi kalau tanamannya tidak tumbuh dengan baik dan tidak punya harga,” urainya.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Program pengembangan sutera di Kabupaten Wajo, Muhammad Tahir, Kamis 8 Desember 2022, membenarkan jika lahan penanaman bibit murbei adalah milik BMT As’adiyah dan H. Asrul.
Sekertaris Dinas Perindagkop Kabupaten Wajo inienyebut, luas lahan untuk penanaman murbei kurang lebih 12.5 Ha yang terdiri dari 3.7 Ha lahan milik BMT As’adiyah dan 8.5 Ha milik H. Asrul.
Lahan tersebut, lanjut tahir, dikontrak selama 5 tahun dengan perjanjian bagi hasil antara kelompok tani dan pemilik lahan.
“Awalnya kami minta 7 tahun kontraknya, tapi pemilik lahan minta untuk 5 tahun saja dulu. Isi perjanjiannya yaitu kelompok tani memberikan kontribusi setiap tahun kepada pemilik lahan,” jelasnya.
Tahir menyebut, alasan menggunakan lahan BMT As’adiyah dan H. Asrul, karena sulit mendapatkan lahan yang luasnya 12.5 Ha dalam satu hamparan.
“Agak sulit mendapatkan lahan yang luas, dan mereka siap memberikan lahannya. Makanya kami memilih lahan tersebut untuk dimanfaatkan sebagai lokasi penanaman bibit murbei,” ucapnya.
Menurut Tahir kelompok tani sudah
melakukan penanaman. Pihak rekanan penyedia bibit tanaman murbei sudah mendistribusikan bibit ke lokasi.
Tahir mengaku pihaknya menggenjot kegiatan penanaman
untuk memenuhi target 500.000 bibit.
“Saya baru pulang dari lokasi. Kita massifkan penanaman agar target 500.000 pohon terpenuhi,” Imbuhnya.
Terkait dengan legalitas kelompok tani, Tahir mengakui sementara dalam pengurusan di kantor desa.
Kepala Desa Pakkanna, Kecamatan Tanasitolo, Wikra Wardana, mengatakan, belum ada berkas pembentukan kelompok tani yang masuk di kantornya.
Kata Wikra, memang beberapa waktu yang lalu dia dihubungi Ketua SSC Wajo, Kurnia, membicarakan masalah pembentukan kelompok tani murbei.
“Saya pernah dihubungi pak Kurnia. Waktu itu saya sampaikan, silahkan masukkan berkasnya, nanti kita bantu pembentukan kelompoknya, ” jelasnya